Agar Tercipta Persatuan, Jokowi Ingin Politik Identitas tak Digaungkan

Ujang Komarudin yang merupakan pengamat politik menilai penyataan tegas yang diucapkan oleh Presiden Joko Widodo mengenai politisi yang harusnya lebih mengutamakan ide dan gagasan di Pilpres 2024 yang sangat tepat. Hal ini dikarenakan saat ini politik identitas atau gontok-gontokan akan memberikan perpecahan antar anak bangsa.

“Iya pernyataan presiden itu positif dan bagus sekali. Ini untuk menjaga agar tidak terjadi perpecahan dan saya melihatnya penting,” kata Ujang kepada wartawan, Sabtu (14/1/2022).

Ujang menyebutkan bahwa Jokowi kini terlihat di beberapa kesempatan kerap kali mengingatkan publik, khususnya kepada para politisi dan elit politik untuk tidak menggunakan politik sebagai identitas di Pemilu atau Pilpres 2024. Hal ini dilakukan untuk tetap menjaga keutuhan sesama anak bangsa.

“Ini diutarakan beberapa kali. Justeru sebagai kepala negara, kepala pemerintahan harus mengingatkan kepada masyarakat apalagi menjelang Pilpres, harus sering mengingatkan publik untuk menjaga kondusifitas, menjaga kesatuan dan kesatuan, harus menjaga negara ini agar tidak terpecah,” ujarnya.

Perpecahan tersebut biasa terjadi dikarenakan adanya beda pilihan politik yang sudah mulai terjadi bahkan sejak Pilpres 2019 kemarin, dan Presiden Jokowi melihat hal tersebut masih ada. Ini membuat Jokowi mengingatkan kembali bahayanya identitas tersebut.

“Jangan sampai sesama anak bangsa gontok-gantokan persoalan beda pilihan, pengrusakan, persoalan menggoreng-goreng politik identitas itu. Jadi Presiden mengeluarkan pernyataan itu agar masyarakat tidak tergoyah dan terpecah,” ujarnya.

Ujang menjelaskan bahwa peluang untuk adanya politisasi di agama yang terjadi di tahun 2024 ini sangat terbuka lebar, hal ini karena sensifitas masyarakat kepada agama sangat tinggi, jadi jika terjadi singgungan sedikit mengenai agama langsung marah.

“Kelihatannya permainan isu di 2019 dan 2024 kelihatannya akan mengarah ke sana, akan dimainkan isu itu. Isu yang paling besar dan sensitif itu soal politisasi agama, orang bisa berani mati karena agama, berani berjuang untuk agama dari situlah akan muncul pertarungan yang sengit dan seru,” jelasnya.

“Menarik isu politik identitas ke wilayah Pilpres sehingga saling serang, saling menafikan, saling menghajar, dan itu ujung-ujungnya masyarakat akan terpecah dan terbelah lebih tajam lagi dari politik 2019 lalu,” katanya.

Seban itu, sangat disarankan kepada para elit politik untuk sadar diri mengenai hal ini dan tidak menggunakan identitas untuk menjaga kerukunan dan perdamaian yang ada di tengah masyarakat.

“Indikasi-indikasi itu mungkin ada, bisa saja terjadi tapi tetap kita dewasa ketika kita sadar diri sebagai anak bangsa tidak perlu gontok-gantokan untuk saling dukung satu sama lain, meski beda pilihan,” ungkapnya.

Samapi saat ini para kandidat Presiden atau kandidat calon Wapres masih belum menunjukkan gagasan mereka dalam sosialisasi. Tapi sudah terlihat pencitraan dalam meningkatkan elektabilitas mereka.

 

“Iya saat ini masih sekedar pencitraan ya, sosialisasi. Jadi masih pada pencitraan saja, karena belum masuk pada kampanye, mungkin belum kelihatan subtansi program-program mereka,” katanya lagi.

“Ya mungkin hari ini masih sebatas polesan-polesan, pencitraan untuk membangun satu topik dan menaikan elektabilitas, sifatnya masih ke panggung informal, belum juga fokus pada hal-hal subtansif,” tutupnya.

Seperti yang diketahui, Presiden Jokowi mengingatkan Pemilu 2024 untuk tidak lagi menggunakan politik identitas karena dianggap sebagai cara yang kurang baik dan juga bukan lagi era yang tepat untuk mengunakan hal itu dalam mendapatkan kemenangan.

“Saya selalu titip jangan gunakan politik identitas. Sekarang ini bukan eranya lagi politik gontok-gontokan, sekarang ini eranya adu gagasan, kontestasi program, mengadu ide,” kata Jokowi.

Tentang Penulis

maresiliencycent