maresiliencycenter.org – Penyelidikan sedang dilakukan oleh Amerika Serikat terkait laporan yang menyatakan bahwa Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mungkin telah menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk mengarahkan serangan di Jalur Gaza. Laporan tersebut telah memicu kekhawatiran internasional dan meminta tinjauan mendalam atas etika dan legalitas penggunaan teknologi semacam ini dalam konflik.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, telah secara terbuka menyuarakan keprihatinan mengenai penggunaan teknologi ini. Guterres menekankan bahwa teknologi canggih, termasuk AI, seyogianya dimanfaatkan untuk kemajuan kemanusiaan dan bukan untuk memperburuk situasi konflik yang telah menimbulkan banyak korban sipil.
Dalam menanggapi laporan ini, Juru Bicara Keamanan Nasional Gedung Putih, John Kirby, mengkonfirmasi bahwa pemerintah AS sedang menjalankan penyelidikan atas kebenaran laporan tersebut. Investigasi ini diinisiasi setelah publikasi oleh +972 Magazine, yang merujuk pada sumber Reuters, mengindikasikan bahwa IDF telah mengimplementasikan sistem AI yang dinamakan “Lavender” untuk menargetkan individu di Gaza.
Sistem “Lavender” dilaporkan dirancang untuk mengidentifikasi anggota Hamas dan Jihad Islam Palestina sebagai target serangan. Dalam perkembangannya, sistem ini dilaporkan telah mencatat puluhan ribu warga Palestina sebagai tersangka dalam database militannya.
IDF telah membantah tuduhan yang mengaitkan mereka dengan penggunaan AI untuk penargetan serangan udara. IDF menegaskan bahwa prosedur yang ada membutuhkan verifikasi manual oleh analis intelijen untuk menentukan validitas target sesuai dengan protokol militer IDF dan standar hukum internasional. Walaupun demikian, ada klaim bahwa satu-satunya pemeriksaan manusia yang diterapkan sebelum serangan adalah konfirmasi gender target, didasarkan pada asumsi bahwa perempuan tidak terlibat dalam keanggotaan militer organisasi tersebut.
Penyelidikan ini menyoroti kebutuhan kritis akan transparansi dan pengaturan yang lebih ketat mengenai penggunaan teknologi AI dalam konteks militer. Kasus ini juga mempertanyakan standar etika dalam konflik bersenjata dan memperlihatkan perlunya dialog internasional untuk membentuk konsensus global mengenai aturan penggunaan AI di medan perang.
Dimsum bukan sekadar makanan ringan asal Tiongkok—ia adalah bentuk kebahagiaan kecil yang bisa kamu nikmati…
Saat kamu menyeruput kuah tomyam yang mengepul, kamu tidak hanya menikmati makanan—kamu merasakan tradisi dan…
maresiliencycenter.org - Jakarta, kota metropolitan yang selalu sibuk, menyajikan berbagai pilihan kuliner yang menggugah selera.…
Tulungagung, sebuah kabupaten di Jawa Timur, tengah menjadi sorotan link slot gacor warganet berkat harga…
Flavonoid adalah senyawa bioaktif yang ditemukan secara alami dalam berbagai buah, sayuran, teh, dan cokelat.…
Rica-rica adalah salah satu hidangan khas Manado, Sulawesi Utara, yang terkenal dengan rasa pedas dan…